Kamis, 29 Januari 2015

Difusi dan Desiminasi Inovasi

         BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Nicocolo Machiavelli berkata: “Tiada pekerjaan yang lebih susah merencanakannya, lebih meragukan keberhasilannya, lebih berbahaya dalm mengelolanya, daripada menciptakan suatu pembaharuan. apabila lawan telah merencanakan untuk menyerang inovator dengan mengarahkan kemarahan pasukannya sedangkan yang lain hanya bertahan dengan kemalasan, maka inovator beserta kelompoknya seperti dalam keadaan terancam. (The Prince (1513) dikutip Rogers, 1983).
Pernyataan Machiavelli tesebut menunjuk kan betapa berat tugas inovasi dan betapa sukarnya menyebarkan inovasi. Banyak orang mengetahui dan memahami sesuatu yang baru tetapi belum mau menerima apa lagi melaksanakannya. Bahkan banyak pula yang menyadari bahwa suatu yang baru itu bermanfaat baginya, tetapi belum juga mau menerima dan menggunakan atau menerapkannya. Contohnya untuk mengefektifkan proses belajar mengajar para guru diminta membuat persiapan mengajar dengan menggunakan model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tapi teryata juga belum semua guru yang telah tau dan dapat membuat persiapan mengajar dengan cara baru itu mau menggunakannya dalam kegiatan mengajar sehari-hari.

B.     Rumusan Masalah      
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan di bahas yaitu:
1.      Apakah pengertian difusi dan diseminasi inovasi?
2.      Apakah pengertian-pengertian proses keputusa inovasi?
3.      Apakah pengertian proses inovasi pendidikan?





C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari  penulisan ini yaitu:
1.      Mengetahui pengertian difusi dan diseminasi inovasi.
2.      Mengetahui pengertian-pengertian proses keputusan inovasi.
3.      Mengetahui pengertian proses inovasi pendidikan.

D.    Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini dengan kajian pustaka. Yakni dengan mengkaji buku-buku atau reverensi yang relevan sesuai dengan topik-topik yang dibahas.
























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Difusi dan Desiminasi Inovasi
1.      Pengertian Difusi dan Desiminasi Inovasi

Difusi ialah proses komunikasi inovasi antara warga masyarakat (anggota sistem sosial), dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu. Jadi Difusi dapat merupakan salah  satu tipe komunikasi yakni komunikasi yang mempunyai ciri poko, pesan yang dikomunikasikan adalah hal yang baru (inovasi). Diseminasi adalah peroses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola.

2.      Elemen Difusi Inovasi
Rogers mengemukakan ada 3 elemen pokok difusi inovasi, yaitu: (1) inovasi, (2) komunikasi dengan saliran tertentu dan (3) waktu.
a.       Inovasi
Inovasi ialah suatu ide, barang, kejadian, metode, yang diamati sebagai suatu yang baru bagi seseorang atu kelompok orang, baik berupa hasil invensi atau diskoveri yang diadakan untuk mencapai tujuan tertentu.
b.      Komunikasi dengan saluran tertentu
Komunikasi dalam difusi inovasi diartiakn sebagai proses pertukaran informasi antara anggota sistem sosial, sehingga terjadi saling pengertian antara satu dengan yang lain. Kegiatan komunikasi dalam proses difusi mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) suatu inovasi, (2) individu atau kelompok yang telah mengetahui dan berpengalaman dengan  inovasi,(3) individu atau kelompok yang lain yang belum mengenal inovasi. (4) saluran komunikasi yang menggabungkan antara kedua pihak tersebut.
Komunikasi akan lebih efektif jika dua orang yang berkomunikasi itu memiliki kesamaan seperti: asal daerah, bahasa, kepercayaan, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
c.       Waktu
Waktu adalah elemen yang penting dalam proses difusi, karena waktu merupakan aspek utama dalam proses komunikasi.
Peranan dimensi waktu dalam proses difusi terdapat pada tiga hal sebagai berikut: (1) proses keputusan inovasi, (2) kepekaan seseorang terhadap inovasi, dan (3) kecepatan menerima inovasi.        
1.      Proses keputusan inovasi ialah proses sejak seseorang mengetahui inovasi pertamakali sampai ia memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi.
2.      Kepekaan seseorang terhadap inovasi. Tidak semua orang dalam suatu sistem sosial menerima inovasi dalam waktu yang sama. Mereka menerima inovasi dari urutan waktu, artinya ada yang dahulu ada yang kemudian.
3.      Kecepatan masyarakat. Kecepatan inovasi ialah kecepatan relatif diterimanya inovasi oleh warga masyarakat. Kecepatan inovasi biasanya di ukur berdasarkan lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai presentase tertentu dari jumblah waktu masyarakat yang telah menerima inovasi. Oleh karena itu pengukuran inovasi cendrung diukur dengan berdasarkan tinjauan penerimaan inovasi oleh keseluruhan warga masyarakat bukan penerima inovasi secara individual.
B.     Proses Keputusan Inovasi
1.      Pengertian Proses Keputusan Inovasi
Proses keputusan inovasi ialah proses yang melalui (dialami) individu (unit pengambilan keputusan yang lain), mulai dari pertama tahu dadanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi  inovasi, dan konfermasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu yang tertentu, sehingga individu atau organisasi dapat menilai gagasan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untukselanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya.
2.      Model Proses Keputusan Inovasi
Menurut rogers, proses keputusan inovasi terdiri dari 5 tahap, yaitu:
a.       tahap pengetahuan
b.      tahap bujukan
c.       tahap keputusan
d.      tahap implementasi dan
e.       tahap kompirmasi.
1.      Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Proses keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan yaitu tahap pada saat seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagai mana fungsi inovasi tersebut. Pengertian menyadari dalam hal ini bukan memahami tetapi membuka diri untuk mengetahui inovasi. Seseorang menyadari atau membuka diri terhadap suatu inovasi tentu dilakukan secara sktif dan fasip.
2.      Tahap Bujukan (persuation)
Pada tahap persuasi dari proses keputusan inovasi, seseorang membentuk sikap atau menyenangi terhadap inovasi. Dalam tahap persuasi ini lebih banyak keaktifan mental yang memegang peran. Seseorang akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan informasi yang diterimanya.pada tahap ini berlangsung seleksi informasi disesuaikan dengan kondisi dan sifat pribadinya. Di sinilah peranan karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses keputusan inovasi. Dalam tahap persuasi ini juga sangat penting peran kemampuan untuk mengantisipasi kemungkinan penerapan inovasi di masa datang.
3.      Tahap keputusan (decision)
Tahap keputusan dari proses inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima atu menolak inovasi. Sering terjadi seseorang akan  menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu. Bahkan jika mungkin mencoba sebagai kecil dahulu baru kemudian dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Perlu diperhatiakn bahwa dalam kenyataannya pada setiap tahap dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi. Misalnya penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, dapat juga terjadi pada tahap persuasi. Mungkin juga terjadi setelah komfirmasi, dan sebagainya. Ada dua penolakan inovasi yaitu:
a.       Penolakan aktif artinya: penolakan inovasi setelah melalui proses mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau mungkin sudah mencoba lebih dulu, tetapi keputusan akhir menolak inovasi, dan
b.      Penolakan pasif artinya: penolakan inovasi dengan tampa pertimbangan sama sekali.
   
4.      Tahap Implementasi (implementasion)
Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan inovasi. Keputusan penerima gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktek. Pada umumnya implimentasi tentu mengikuti hasil keputusan inovasi. Tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu hal memutuskan menerima inovasi tidak diikuti implementasi.
5.      Tahap konfirmasi (confirmation)
Dalam tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah diambilnya, dan ia dapat menarik kembali keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi ini sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang berlangsung dalam waktu yang tidak terbatas. Terjadi nya perubahan tingkah laku seseorang antara lain disebabkan karena terjadinya ketidakseimbangan internal.
3.      Tipe Keputusan Inovasi
Inovasi dapat diterima atau ditolak seseorang (individu) sebagai anggota sistem sosial, atau oleh keseluruhan anggota sistem sosial, yang menentukan untuk menerima inovasi berdasarkan keputusan bersama atau berdasarkan paksaan (kekuasaan). Dengan dasar kenyataan tersebut maka dapat dibedakan adanya beberapa tipe keputusan inovasi.
a.       Keputusan inovasi opsional, yaitu pemilihan menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu (seseorang) secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh dorongan anggota sistem sosial yang lain.
b.      Keputusan inovasi kolektif ialah pemilih untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan antara anggota sistem sosial.
c.       Keputusan inovasi otoritas, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat oleh seseorang atau kelompok orang yang mempunyai kedudukan, status,wewenang, atau kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam suatu sistem sosial.
Kegiatan tipe keputusan inovasi tersebutmerupakan rintangan (continuum) dari keputusan opsional (individu dengan penuh tanggungj awab secara mandiri mengambil keputusan), dilanjutkan dengan keputusan kolektif(individu memperoleh sebagai wewenang untuk mengambil keputusan), dan yang terakhir keputusan otoritas (individu sama sekali tidak mempunyai hak untuk ikut mengambil keputusan.
d.      Keputusan inovasi kotingensi (contingent) yaitu pemilihan menerima atau menolak suatu inovasi, baru dapat dilakukan hanya setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya. Misalnya disebuah perguruan tinggi seorang dosen tidak mungkin untuk memutuskan secara opsional untuk memakai komputer sebelum didahului keputusan oleh pipinan fakultasnya untuk melengkapi peralatan fakultas dengan komputer.

C.    Proses Inovasi Pendidikan     
1.      Pengertian Proses Inovasi Pendidikan
Prosas inovasi pendidikan adalah serangkai aktivitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai sadar tahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi pendidikan.
2.      Beberapa Model Proses Inovasi Pendidikan
Dalam mempelajari proses inovasi para ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan apasaja yang dilakukan individu selama proses itu berlangsung serta perubahan apa yang terjadi dalam proses inovasi, maka hasilnya diketemukan pentahapan proses inovasi sebagai berikut:
Beberapa Model proses Inovasi yang berorientasi pada individual, antara lain:
a.       Lavidge & Steiner (1991)
b.      Colley (1961)
c.       Rogers (1962)
d.      Robertson (1971)
e.       Rogers & Shoemakers (1971)
f.       Zaltman & Brooker (1971)
Beberapa Model Proses Inovasi yang Berorientasi pada Organisasi antara lain:
a.       Milo (1971)
b.      Shepard (1967)
c.       Hage & Aiken (1970)
d.      Wilson (1966)
e.       Rogers (1983)
f.       Zaltman, Duncan & Holbek (1973)
Zaltman dan kawan-kawan membagi proses inovasi dalam organisasi menjadi dua tahap yaitu tahap permulaan (initiation stage) dan tahap implementasi (implementasion stage). Tiap tahap dibagi menjadi beberapa langkah (sub stage).
a.       Tahap permulaan (initiation stage)
1)      Langkah pengetahuan dan kesadaran
2)      Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
3)      Langkah pengambilan keputusan
b.      Tahap Implementasi (implementasion stage)
Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan oleh para anggota organisasi ialah menggunakan inovasi atau menerapkan inovasi. Ada dua langkah yang dilakukan yaitu:
1)      Langkah awal (permulaan) implementasi
2)      Langkah kelanjutan pembinaan penerapan inovasi
 
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan
Lembaga pendidikan formal seperti sekolah adalah suatu sub sistem dari sistem sosial. Motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi pendidikan jika dilacak biasanya bersumber pada dua hal:
a.       Kemauan sekolah (lembaga pendidikan) untuk mengadakan respon terhadap tantangan kebutuhan masyarakat, dan
b.      Adanya usaha untuk menggunakan sekolah (lembaga pendidikan) untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Antara lembaga pendidikan dan sistim sosial terjadi hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Tenaga pendidikan akan merasa tidak puas jika bekerja tidak menggunakan kemapuan inteleknya, sehingga perlu adanya penyesuayan dengan lapangan pekerjaan. Dengan demikian akan selalu terjadi perubahan yang bersifat dinamis, yang disebabkan adanya hubungan interaktif antara lembaga pendidikan dan masyarakat.
a.       Faktor kegiatan belajar mengajar
Yang menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar ialah kemampuan guru sebagai tenaga profesional. Guru sebagai tenaga yang telah dipandang memiliki keahlian tertentu dalm bidang pendidikan, diserahi tugas dan wewenang untuk mengelola kegiatan belajar mengajar agar dapat mencapai tujuan tertentu, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan institusional yang telah dirumuskan.
Sebagai alasan mengapa orang memandang tugas guru dal mengajar mengandung banyak kelemahan tersebut, antara lain dikemukakan antara bahwa:
1)      Keberhasilan tugas guru dalm mengelola kegiaatan belajar mengajar sangat ditentukan oleh hubungan interversonal antar guru dengan siswa. Dengan demikian maka keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut, juga sangat ditentukan oleh pribadi guru dan siswa.
2)      Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakn kegiatan yang terisolasi. Pada waktu guru mengajar dia tidak mendapakan belikan dari teman sejawatnya.
3)      Berkaitan dengan kenyataan diatas tersebut, maka angat  minimal bantuan sejawat untuk memberikan bantuan sarana untuk kritik guna meningkatkan kemampuan profesionalnya.
4)      Belum ada kriteria yang baku tentang bagaimana pengelola kegiatan belajar mengajar yang efektif.
5)      Dalm melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar mengajar, guru menghadapi sejumblah siswa yang bebbeda satu dengan yang lain baik mengenai kondisi fisik, mental intlektual, sipat,minat, dan latar belakang sosial ekonominya.
6)      Berdasarkan data adanya perbedaan individual siswa, tentunya lebih tepat jika pengelolaan kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan cara yang sangat fleksibel, tetapi kenyataannya justru guru dituntut untuk mencapai perubahan tingkah laku yang sama sesuai dengan ketentuan yang telah dirumuskan.
7)      Guru juga menghadapi tantangan dalam usaha untuk meningkatkan kemanpuan profesionalnya, yaitu tampa adanya keseimbangan antara kemampuan dan wewenangnya mengatur beban tugas yang harus dilakukan, serta tampa bantuan dari lembaga dan tanpa adanya i8nsentif yang menunjang kegiatannya.
b.       Faktor Internal dan Eksternal
Faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan dan dengan sendirinya juga inovasi pendidikan adalah siswa.
Faktor ekternal yang mempunyai pengaruh dalam peroses inovasi pendidikan adalah orang tua.
c.       Sistem Pendidikan (Pengelolaan dan Pengawasan)
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah diatur dengan aturan yang dibuat pemerintah.
Dalm kaitan dengan adanya berbagai macam aturan dan pemerinyah tersebut maka timbull pemersalaha sejauh mana batas kewenangan guru untuk mengambil kebijakan dalam melakukan tugasnya dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat.
Demikian pula kesempatan yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Dampak dari keterbatasan kewenangan mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugas bagi buru, timbulnya siklus otoritas yang negatif bagi guru yang dikemukakan oleh florio (1973) yang dikutip oleh zaltman (1977) adalah guru memiliki keterbatasan kewenangan dan kemampuan profesional, menyebabkan tidak mampu untuk mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugasnya untuk menghadapi tantangan kemajuan jaman.
Rasa ketidakmampuan menimbulkan frustasi dan bersikap apatis terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Dampak dari sikap apatis, kurang semangat berpartisipasi dan rasa kurang bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugas.      
  

























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada hakikatnya yang menjadi sasaran  menerima dan menerapkan inovasi adalah individu atau pribadi sebagai anggota sistem sosial (warga masyarakat). Dengan memahami proses difusi pendidikan, karena pada dasarnya pelaksana pendidikan beserta komponen-komponen adalah suatu organisasi.
Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui (dialami) individu (unit pengambil keputusan yang lain), mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implimentasi inovasi, dan komfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya.
Pada hakekatnya yang menjadi sasaran yang menerima dan menerapkan inovasi adaalah individu atau pribadi sebagai anggota sistem sosial (warga masyarakat) . maka demikian pemahaman tentang proses inovasi pendidikan yang berorentasi pada individu tetap merupakan dasaar untuk memahami proses inovasi dalam organisasi.
B.     Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada kita terutama para calon guru. Diharapkan pada teman-teman para calon guru untuk memberikan kritik maupu saran yang sifatnya membangun guna perbaikan makalah kami kedepannya.









Daftar Pustaka
Djam’an Satori, Udin Syefudin Sa’ud. 2007. Modul Inovasi Pendidikan Dasar.
Bandung: Program Magister Pendidikan Dasar SPS. UPI.Bandung.
            Roger M & Shoemaker F. Floyd. (1971). Communication of innovation.
Nem
York: The Free Press A Division of Macmillan Publishing Co.Inc.
            Everett M. Rogers.(1983). Diffusion of  Innovation. New York:The Free Press.
A
Division of Macmillan Publishing Co. Inc
            Gerald Zaltman, Philip Kolter, Ira Kaufman, (1977). Creating Social
 Change.
Holt Rinehart and Winston, Inc New York, Chicago, San Francisco,
 Atlanta, Dallas, Toronto.
Gerald Zaltman and Robert Duncan (1977). Strategis for Planned
 Change.A
Wiley-Interscience Publication John Wiley and Sons, New York. London,
Sydney, Toronto.
            Gerald Zaltman, David H. Florio, Linda a Sikorski. (1977). Dynamic
Educational
Change. New York: The Free press A Division of Macmillan Publishing
Co.Inc
 


4 komentar: